Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Solusi Paripurna Untuk Palestina

Jumat, 02 Mei 2025


Oleh : Dyah Astiti

Gaza kembali bergejolak. Militer Israel kembali menembakkan rudal dan roket ke wilayah jalur Gaza, 18 Maret 2025. Peristiwa ini secara otomatis mengakhiri perjanjian gencatan senjata tahap pertama antara Israel dan kelompok militer Hamas yang telah berlangsung sejak awal tahun. 

Terus berulang, gencatan senjata yang diharapkan mampu mengakhiri penderitaan rakyat Gaza di Palestina harus usai karena pengkhianatan dari pihak Zionis Yahudi. Mereka tidak mau melanjutkan perundingan pembebasan tawanan dan mengakhiri perang. 

Berakhirnya Gencatan senjata ditandai oleh serangan udara yang semakin memperburuk eskalasi konflik antara Zionis Yahudi-Palestina. Benjamin Netanyahu, selaku Perdana Menteri Israel mengakui bahwa ini baru tahap awal dan pastinya serangan akan terus dilancarkan hingga Israel berhasil menghancurkan Hamas dan membebaskan semua sandera yang ditahan oleh kelompok tersebut (CNBCIndonesia.com, 19-03-2025).

Semua fakta ini terjadi di tengah narasi tentang HAM dan berbagai aturan internasional serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak manusia.  Nyatanya aturan-aturan tersebut tidak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan warga Palestina. Semua ini seharusnya menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya.

Lantas di mana posisi negeri-negeri muslim? Faktanya tidak jauh berbeda. Aksi Rafah di kota el-Arish di Sinai Utara, ribuan warga dari berbagai penjuru Mesir berkumpul dalam demonstrasi nasional besar-besaran. Mereka menyatakan penolakan mutlak terhadap segala rencana yang bertujuan mengusir (relokasi) warga Palestina dari Gaza ke Sinai. Kondisi di Mesir ini tidak berbeda dengan Yordania.

Sedangkan Abu Dhabi UEA justru membuka pintunya untuk pejabat penjajah dan menyambut mereka secara berulang meskipun pembantaian terhadap Gaza terus berlanjut. Ini menunjukkan ketidakpedulian atau pengabaian terhadap penderitaan yang dialami oleh Palestina, khususnya Gaza. 

Perhatian masyarakat dunia khususnya di negeri kita terhadap penjajahan Palestina sepertinya makin berkurang karena tertutup beragam persoalan-persoalan di dalam negeri. Mirisnya lagi, dunia tak memiliki solusi hakiki untuk menghentikan penjajahan atas Palestina. Solusi dua negara yang ditawarkan dunia bukanlah solusi hakiki, karena sejatinya itu menyetujui perampasan tanah milik kaum muslim di Palestina oleh zionis Israel.

Melihat kebiadaban zionis Israel tersebut, Ulama  Internasional akhirnya menyerukan jihad untuk merespon situasi gaza dan gagalnya semua ikhtiar umat menolong kaum muslimin disana melalui aktivitas demo, boikot, bantuan logistik, dll. Jika “hanya” berupa fatwa, tentu tidak akan efektif, apalagi fatwa tidak memiliki kekuatan mengikat. Meskipun di sambut baik oleh muslim dunia, apalah daya jika itu tidak sejalan dengan Negara.

Satu-satunya cara menolong Gaza adalah dengan mengerahkan seluruh potensi umat untuk jihad fi sabilillah. Hanya saja kita tidak mungkin berharap aktivitas yang sangat agung dan mulia ini akan diinisiasi oleh para penguasa muslim yang sedang berkuasa hari ini. Adapun yang siap dan layak memimpin jihad hanyalah seorang khalifah yang dibaiat oleh umat untuk menjalankan seluruh syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Keberadaan seorang khalifah memang masih menjadi proyek besar bagi seluruh umat Islam. Sejak Khilafah terakhir runtuh akibat kontribusi Barat, lebih dari 100 tahun, dua miliar umat muslim hidup tanpa pengurus dan penjaga. Padahal, syariat Islam menetapkan batas maksimal umat boleh hidup tanpa baiat kepada khalifah hanyalah tiga hari tiga malam. Pantas jika sepanjang masa itu, kehidupan umat Islam dipenuhi dengan berbagai kesempitan. Berbagai krisis, mulai dari politik, ekonomi, moral, sosial, hukum, dan hankam, terus menggelayuti kehidupan umat Islam.

Oleh karenanya, sudah saatnya umat berjuang menegakkan Khilafah yang dahulu selama belasan abad telah berhasil membuat mereka bersatu dan menjadi kekuatan adidaya. Caranya adalah dengan menggencarkan dakwah membangun kesadaran agar umat paham bahwa Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan yang datang sebagai solusi atas semua problem kehidupan.

Bahkan dalam konteks hari ini, Islamlah satu-satunya sistem hidup yang layak menggantikan sistem sekuler kapitalisme. Sistem sekuler kapitalisme terbukti sangat destruktif dan meniscayakan kezaliman, termasuk melegalkan penjajahan sebagaimana dilakukan Amerika dan Zionis di Palestina, bahkan di berbagai belahan dunia lainnya.

Kedatangan kembali Khilafah memang sudah janji Allah sekaligus kabar gembira dari Rasul-Nya. Namun, memperjuangkannya merupakan wilayah ikhtiar yang mesti kita pilih sebagai manifestasi iman. Tentu jalan ini bukan jalan yang mudah, tetapi Allah Swt. telah menyiapkan pahala berlimpah dan balasan berupa surga bagi mereka yang ikhlas dan sungguh-sungguh menapaki jalan yang telah dicontohkan Rasulullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar