Oleh: U Diar
Dilansir dari CNN Indonesia, Bentrokan meletus di Istanbul, Turki, usai sejumlah massa berdemo memprotes kartun Nabi Muhammad yang dibuat oleh majalah satir LeMan, Senin (30/6). AFP melaporkan segerombolan massa pada Senin berunjuk rasa di kawasan bar di Istanbul yang kerap dikunjungi oleh staf LeMan. Polisi kemudian datang untuk menenangkan dan membubarkan massa namun hal itu justru berujung bentrok karena publik kepalang marah. Sekitar 250 hingga 300 orang diperkirakan terlibat dalam bentrokan tersebut.
Pemimpin redaksi LeMan Tuncay Akgun telah bicara kepada AFP mengenai masalah ini. Ia berujar gambar itu telah disalahartikan karena pada faktanya bukan merujuk pada Nabi Muhammad. "Dalam karya ini, nama seorang Muslim yang terbunuh dalam pengeboman Israel difiksikan sebagai Muhammad. Lebih dari 200 juta orang di dunia Islam bernama Muhammad," kata Akgun, mengenai gambar dua sosok yang melayang di langit di atas kota yang dibombardir tersebut. LeMan juga telah membuat klarifikasi bahwa gambar mereka telah sengaja disalahartikan untuk menyebabkan provokasi. [1]
Terlepas adanya unsur kesengajaan atau korban provokasi, publik kembali dihadapkan pada fakta bahwa kasus kebebasan berpendapat dan berekspresi yang mengusik ajaran Islam. Atas nama kebebasan yang dielu-elukan, nama-nama Nabi yang dimuliakan dipakai dengan dalih nama tersebut digunakan juga oleh banyak orang. Dan pola seperti ini bukan pertama kali terjadi, tidak pula dipastikan ini yang terakhir kali.
Tabiat kebebasan yang diakui dan sengaja dilahirkan oleh sekularisme meniscayakan manusia bisa melakukan apapun yang dikehendaki secara bebas. Sebab sekuler tidak mau agama ada di luar ranah ibadah, sehingga dalam menjalani aktivitas hidup, para penganut sekuler tidak mau dikait-kaitkan dengan pahala atau dosa. Menurut mereka semuanya boleh, walaupun harus melabrak norma atau aturan dari agama.
Sayangnya kebebasan yang mereka agungkan ini tak jarang bermuka dua, dinilai syarat kepentingan. Jika menyinggung soal penghinaan pada agama, terutama Islam, mereka kekeh bertahan bahwa itu bagian dari hak dan harus dijamin kebebasannya. Sebaliknya, jika yang disuarakan justru kebenaran dari ajaran Islam, mereka akan beri stigma. Dinarasikan tidak baik, dilabeli sesuatu yang menakutkan, dengan tujuan supaya ada ketakutan dan keengganan untuk menerima kebenaran tersebut.
Sifat ini melekat erat pada apapun yang dilahirkan dari buah pikir manusia. Karena pada dasarnya manusia masing-masing memiliki keterbatasan, termasuk dalam memikirkan aturan yang berlaku di kehidupan mereka soal menyampaikan pendapat. Masing-masing punya sudut pandang sendiri, sesuai manfaat yang hendak dituju. Masing-masing akhirnya akan beda hasil, sehingga tidak bisa dicapai harmoni berkelanjutan jika aturan manusia yang dipakai. Akan senantiasa ada efek sampingnya.
Itulah mengapa Islam, memiliki pandangan yang berkebalikan dengan sekuler. Islam tidak mengakui kebebasan tanpa batas. Sebab Islam mengakui bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan ini semuanya diciptakan oleh Allah yang Maha Menciptakan sekaligus Maha Mengatur. Maka aturan yang dipakai untuk mengatur urusan manusia apapun itu, termasuk urusan menyampaikan pendapat, semuanya adalah aturan yang berasal dari Allah saja. Tidak boleh dipakai aturan dari manusia. Termasuk dalam hal memuliakan para Nabi.
Islam punya aturan dan sanksi atas apa-apa saja yang dinilai merendahkan Nabi. Dalam penjelasan Ustadz Ahmad Anshori (Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta) [2], disampaikan bahwa Menghina Nabi ﷺ adalah tindakan kekafiran, dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Baik dilakukan serius maupun dengan bercanda (lihat surat At Taubah ayat 65-66).
Para ulama sepakat (ijma’), bahwa orang yang mengina Nabi, layak mendapat hukuman mati. Syaikhul Islam al-Harrani dalam kitabnya as-Sharim al-Maslul, menuliskan "Abu bakr al-Farisi, salah satu ulama syafiiyah menyatakan, kaum muslimin sepakat bahwa hukuman bagi orang yang menghina Nabiﷺ adalah bunuh, sebagaimana hukuman bagi orang yang menghina mukmin lainnya berupa cambuk." Jika pelakunya bertaubat sungguh-sungguh kepada Allah, Allah akan mengampuni dosanya. Karena Allah mengampuni semua dosa orang-orang yang tulus bertaubat meminta maaf kepadaNya.
Sayangnya saat ini tidak ada sistem yang mampu menghukum pelaku penghinaan pada Nabi yang dimuliakan. Satu-satunya entitas yang mampu menerapkan hukuman sesuai aturan Islam hanyalah kekuatan Islam yang diformulasikan dalam bentuk negara penerap syariat Islam. Selama institusi ini belum ada, maka penghinaan Nabi dengan alasan kebebasan bisa saja bermunculan. Oleh karena itu, penting menghadirkan kembali penerap syariat Islam ini, agar kemuliaan Islam dan ajarannya tetap terjaga. []
Referensi:
1. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250701182056-134-1245761/majalah-satir-turki-digeruduk-massa-gegara-karikatur-nabi-muhammad
2. https://konsultasisyariah.com/34792-hukuman-untuk-penghina-nabi-muhammad-dalam-syariat-islam.html
Sumber gambar: Kumparan






Tidak ada komentar:
Posting Komentar