Oleh : Ummu Dayyin (Pemerhati Generasi)
Dikutip dari media news.detik.com (24/4/2025) menyebutkan bahwa selama tahun 2025, perputaran dana judi online naik mencapai Rp. 1.200 triliun dari dua tahun sebelumnya yang sudah mencapai Rp. 981 triliun. Nilai yang sangat fantastis melonjak, kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut saat ini Indonesia sedang menghadapi darurat masalah judi online (judol). Tak heran tingginya kasus judi online ini dalam sistem Kapitalisme. Sebab praktik judi online bisa memberikan banyak keuntungan, dan apapun yang menghasilkan keuntungan diberi ruang untuk berkembang. Terlebih masyarakat ekonomi menengah kebawah yang sangat tergiur untuk mengikuti judi online. Bagaimana tidak mereka tertipu daya oleh permainan judi online yang justru menjerumuskan ke jurang lilitan hutang. Menang ketagihan, kalah bikin penasaran, itulah yang berulang –ulang terjadi.
Beberapa upaya memang telah dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini, yaitu dengan membentuk Satgas Judi Online yang tertuang dalam Keppres No. 21 tahun 2024 yang diterbitkan di Jakarta pada 14 Juni 2024. Namun sayangnya adanya “kebebasan pasar” yang minim kontrol membuat praktik perjudian semakin meluas. Berbagai fasilitas mudah diakses sehingga para pelaku leluasa memanfaatkan teknologi terbaru, seperti aset kripto, hingga platform online lainnya. Sebenarnya dengan adanya pembentukan satgas pemberantasan judol menunjukkan kesadaran pemerintah terkait dampak kerusakannya. Akan tetapi upaya ini tidak diimbangi dengan mencermati akar masalah. Pemerintah berpendapat korban judol bukanlah pelaku tetapi keluarga pelaku yang terdampak atau jatuh miskin akibat perbuatannya. Sehingga berhak menerima bansos inilah penyelesaian yang kurang tepat. Padahal meningkatnya permintaan judol karena kebanyakan pelaku terdesak kebutuhan finansial, dan tak jarang karena ingin memenuhi gaya hidup hedonistik yang melekat dalam sistem Kapitalisme.
Maka dari itu memberantas judi tidak cukup dengan pemblokiran situs pembekuan rekening, edukasi yang bersifat parsial, atau penindakan yang belum memberi efek jera bagi pelaku. Tetapi mengganti sebuah sitem yang Kapitalisme sekularisme dengan sistem islam. Islam melarang keras perbuatan judi bahkan kategori haram. Maka negara harus mencegah dan melindungi warga negaranya dari perbuatan yang haram. Sebab fungsi negara dalam Islam tidak hanya melayani dan mengurusi berbagai urusan rakyat, tetapi juga menjaga warga negara dari perilaku maksiat. Allah berfirman dala Al Qur’an yang artinya :
” Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. “ (TQS Al-Maidah:90).
Setelah dicegah kemudian pemerintah membina masyarakat dengan penanaman akidah Islam melalui sistem pendidikannya. Menyebarluaskan pemahaman melalui media massa dan media sosial tentang hukum syara termasuk didalamnya keharaman judi beserta kerugiannya secara jelas. Kemudian memberdayakan pakar informatika untuk memutus seluruh jaringan judi agar tidak masuk ke Negara, dan memberi gaji yang sepadan agar mereka bekerja secara optimal. Selain memutus juga pemerintah hendaknya mengaktivasi polisi digital yang bertugas mengawasi kegiatan dan lalu lintas masyarakat di dunia siber sehingga dapat mencegah masyarakat mengakses situs judi. Penindakan secara tegas bagi bandar serta pelaku judi dengan hukuman yang berefek jera. Sanksi yang diberikan berupa sanksi takzir, sesuai kebijakan qadi (hakim) dalam memutuskan perkara tersebut menurut kadar kejahatannya.. dan yang terpenting adalah negara menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat agar hidup sejahtera. Membuka lapangan kerja yang luas, memberi bantuan modal kerja berupa modal usaha atau tanah mati yang bisa dikelola masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Dengan begitu, masyarakat akan tersibukkan mencari harta halal ketimbang memilih jalan instan yang diharamkan. Begitu sempurnanya Islam mampu memberikan solusi bagi seluruh problematika kehidupan manusia dan semua ini hanya bisa terwujud dalam naungan sebuah sistem islam yang menerapkan hukum syara’ secara kaffah. Waalahuallam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar