Recent Posts

Beranda

Facebook

Cari Blog Ini

Random Posts

Recent Posts

Header Ads

Popular Posts

Comments

3-comments

Archive

Latest video-course

1-tag:Videos-800px-video

Campus

4-tag:Campus-500px-mosaic

About

This just a demo text widget, you can use it to create an about text, for example.

Testimonials

3-tag:Testimonials-250px-testimonial

Logo

Logo
Logo Image. Ideal width 300px.

Ads block

Banner 728x90px

Courses

6-latest-350px-course

Search This Blog

Rusaknya Pendidikan Generasi dalam Sistem Kapitalisme

Kamis, 15 Mei 2025


Oleh : Ummu Rifat

Memasuki tahun ajaran baru maka tak luput dari pergelaran ujian akhir untuk penentuan kelulusan di tingkat sekolah. Sebelumnya muncul sebuah berita penemuan kecurangan dalam pelaksanaan UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) yang dilakukan oleh peserta. Dihari pertama tim SNPMB menemukan kasus kecurangan bahwa dari total peserta yang hadir pada sesi 1 hingga 4 ada 196.328 dan terdapat temuan kasus kecurangan sebesar 0,0071 persen. Angka ini memanglah sangat sedikit, namun kecurangan sekecil apapun tidak dapat ditolerir. Berbagai kecurangan dilakukan oleh peserta di antaranya mengambil soal dengan menggunakan HP recording desktop atau melakukan remote dekstop yang dikerjakan oleh pihak lain di luar lokasi ujian. Setiap tahun selalu terjadi tindak kecurangan, namun semakin tahun cara yang dilakukan oleh peserta yang berlaku curang juga makin variatif. Adapun kasus kecurangan yang terstruktur dan disengaja akan dibawa ke ranah pidana. (Kompas.com, 25/04/2025).


Laporan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan laporan tersebut ditemukan bahwa masih banyak kasus mencontek dan ketidakjujuran akademik. Dalam hal kejujuran akademik, kasus menyontek ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus dari persentase ini menunjukkan bahwa mencontek masih terjadi pada mayoritas sekolah hingga kampus. Tidak hanya itu, siswa juga melakukan tindakan curang lainnya misalnya meminta orang lain untuk mengerjakan tugas, lebih memilih mencontek dibandingkan belajar, dan tidak sedikit juga siswa yang mengaku bahwa tidak berani menolak ajakan mencontek. Parahnya angka persentase ketidakjujuran akademik lebih banyak ditemui di kalangan mahasiswa. Adapun secara keseluruhan, indeks integritas pendidikan di Indonesia memiliki skor 69,50, yang artinya menunjukkan pada level korektif. Maka dari itu untuk membangun benteng antikorupsi di dunia pendidikan tidak bisa ditunda-tunda. Salah satu perbaikan sistem pembelajaran yaitu mulai diterapkannya pembelajaran mendalam atau deep learning pada tahun ajaran 2025/2026.
Pembelajaran mendalam atau deep learning dapat menekankan proses penemuan makna dalam setiap materi pelajaran. (Detik.com, 25/04/2025).


Adanya pemanfaatan teknologi untuk mengakali hasil tes UTBK menggambarkan akan buruknya akhlak calon mahasiswa. Serta mengindikasikan gagalnya sistem pendidikan yang diterapkan saat ini untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian mulia. Mencegah budaya mencontek dengan cara memperbaiki orientasi pendidikan saja tidak dapat membuahkan hasil yang signifikan. Karena kuatnya budaya mencontek dan ketidakjujuran pendidikan berpangkal dari rusaknya sistem pendidikan kapitalisme saat ini serta abainya peran negara dalam ranah pendidikan. Hal ini adalah hasil orientasi pendidikan berbasis sistem kapitalisme yang abai pada halal dan haram serta menjadikan ukuran keberhasilan/kebahagiaan berdasarkan kepada hasil atau materi.
Islam menjadikan standar kebahagiaan bukan sekadar pada pencapaian materi atau kesenangan dunia semata, melainkan pada keridaan Allah SWT. Kebahagiaan yang hakiki menurut Islam hanya dapat diraih ketika seseorang hidup sesuai dengan petunjuk dan aturan yang telah diturunkan oleh Allah. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, negara memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan memastikan agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan syariat Islam dalam setiap aspek kehidupannya, baik dalam urusan pribadi, sosial, maupun publik. Sistem pendidikan dalam Islam pun tidak dibangun di atas asas sekularisme atau pragmatisme, melainkan berakar kuat pada akidah Islam. Tujuannya adalah untuk mencetak generasi unggul yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepribadian Islam yang kokoh, senantiasa terikat dengan hukum-hukum Allah, serta memiliki kemampuan dan keterampilan yang mumpuni untuk menghadapi tantangan zaman. Generasi inilah yang akan menjadi agen perubahan sejati, yang mampu membawa perbaikan dan kemuliaan bagi umat. Ketika kepribadian individu telah terbentuk dengan landasan akidah yang benar, maka kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak akan disalahgunakan. Sebaliknya, seluruh capaian teknologi akan dimanfaatkan dengan bijak sesuai dengan tuntunan syariat, demi kemaslahatan umat dan untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini. Wallahu a’lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar