Oleh: U Diar
Sebagai agama sempurna dan paripurna, Islam memiliki aturan yang jelas mengenai segala sesuatu, termasuk dalam soal pertambangan dan lingkungan. Aturan Islam bersumber langsung dari Allah, Zat Yang Mahatahu atas segala hal yang berlaku bagi alam semesta, manusia, dan kehidupan, atas apa yang terjadi sebelum adanya semua itu hingga apa yang akan muncul di masa depan. Mahaluas Allah dengan segala ilmuNya, telah menyiapkan semua aturan tersebut diperuntukkan bagi manusia agar tepat dalam menjalankan amanah sebagai khalifah fil ardhi.
Seluruh aturan Allah tertuang dalam Alquran, yang diperinci dalam hadits, qiyas, dan ijma shahabat. Semuanya dikemas dalam format yang dinamakan syariat Islam. Dalam syariat, kepemilikan terhadap sesuatu dilindungi sejak awal dengan pengelompokannya pada tiga ruang. Kepemilikan individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara. Masing-masing ruang ini memiliki sekup luasan yang berbeda-beda dan memiliki batas-batas yang tidak bisa dilanggar satu sama lain berdasarkan konsep halal haram.
Dalam hal pertambangan, Islam memposisikan nya sebagai kepemilikan umum. Yakni bagian yang mencakup sumber daya strategis berlimpah ruah yang sifatnya menguasai hajat hidup atau dibutuhkan oleh banyak orang. Kepemilikan jenis ini tidak dibenarkan untuk dikuasai oleh individu secara perorangan, maupun atas nama lembaga-lembaga yang berasal dari asing atau swasta lokal sekalipun. Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Ahmad, Rasulullah bersabda yang artinya: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang gembalaan, dan api."
Keharaman penguasaan individu atas kepemilikan umum ini, dibuktikan dengan adanya tuntunan syariat bagi negara untuk mengelolanya dengan tujuan bagi kemaslahatan rakyat. Pengelolaan yang dilakukan negara secara amanah, akan menutup terhalangnya seseorang untuk mendapatkan manfaat dari kepemilikan umum tersebut. Sehinggga siapapun pada akhirnya akan dapat merasakan maslahat dari adanya kepemilikan umum secara adil dan merata. Merasakan kemakmuran bersama-sama dari adanya aktivitas pemakmuran bumi (lihat QS. Hud ayat 61).
Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara yang amanah juga akan memperhatikan penjagaan atas lingkungan. Tidak dilakukan semena-mena, merusak apa saja yang penting keuntungan besar. Sebab konsep pengelolaan versi syariat ditujukan bagi pelayanan kepada umat, bukan ditujukan dalam rangka mencari keuntungan sebanyak-banyaknya sebagaimana mode bisnis korporat. Konsep ini tidak akan mengorbankan ekosistem di lokasi barang tambang ditemukan, tidak akan merusak alam secara liar, juga tidak memicu penderitaan bagi penduduk di sekitar.
Melalui surat Al A'raf ayat 56, Allah telah mengingatkan melalui firman-Nya:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
Allah menguasakan alam pada manusia, namun Allah menyertakan pula konsep syariat dalam pengelolaannya. Tidak bisa atas dalih apapun, penambangan dikuasai oleh segelintir orang untuk memperkaya sekelompok elit dan pelaku politik. Apalagi dalam prosesnya disertai dengan perusakan hutan secara massif, pencemaran pada ekosistem darat dan laut, dan bahkan menimbulkan gangguan bagi warga setempat untuk merasakan manfaatnya. Eksploitasi yang merusak seperti ini adalah imbas ketika ulah tangan manusia yang tidak mengindahkan aturan Allah. Sehingga kerusakan demi kerusakan terpampang di depan mata.
Sayangnya selama bukan syariat alias konsep milik korporat kapitalis yang masih terus dipakai, kedzaliman atas alam ini sulit diatasi. Masing-masing elemen akan saling berupaya menjaga aman kepentingan masing-masing, demi mempertahankan posisi pengelolaan tambang yang menjadi sumber cuan. Terbaru, kasus deforestasi dan pertambangan di Raja Ampat contohnya.
Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyaknya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat. (Lihat di https://tirto.id/klh-temukan-pelanggaran-serius-aktivitas-tambang-di-raja-ampat-hcH6). Respon publik atas kerusakan alam di sekitar lokasi pertambangan melahirkan gerakan #SaveRajaAmpat. Langkah ini merupakan bentuk kesadaran publik yang mulai peka pada lingkungannya. Yang tentunya akan lebih hebat lagi jika didukung dengan konsep syariat. Yakni mengevaluasi kembali izin pertambangan atas kepemilikan umum, supaya hakikat manfaatnya sampai pada yang berhak, dan lingkungan alamnya terjaga. []
Sumber gambar: Detik NTB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar