Oleh; Yaurinda
Indonesia dikenal dengan surga dunia karena keindahan alamnya, namun banyak tempat yang belum terjamah, namun ada satu kawasan yang telah lama diakui keindahanya, ya Raja Ampat namanya. Terletak di ujung timur Indonesia, di Papua, Raja Ampat dikenal dengan keindahan alam bawah laut yang luar biasa dan keberagaman budaya yang tidak ditemukan di tempat lain. Namun, di balik keindahannya, Raja Ampat tengah menghadapi ancaman
#save Raja Ampat tengah ramai di media sosial, warganet beramai-ramai membagikan unggahan yang menyoroti kerusakan di lingkungan Raja Ampat, Papua Barat yang terdampak oleh aktivitas tambang nikel. Greenpeace sebagai salah satu organisasi lingkungan global independen yang fokus pada kampanye perlindungan lingkungan, juga mengunggah sebuah gambar bertuliskan #SaveRajaAmpat.”The Last Paradise: satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah. Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi (tempo, 05/06/2025).
Setidaknya ada 5 tambang nikel di Raja Ampat yang mengantongi izin penambangan. Namun menurut juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyebut penerbitan izin lima perusahaan tambang di sana telah melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal 35 (k) UU itu melarang penambangan mineral pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara langsung dan tidak langsung apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat.
Dari pasal diatas kita dapat mengetahui bahwa penambangan nikel melanggar undang - undang negara, seharusnya negara tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah ini bukan hanya menunda. Ini merupakan salah satu bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, penambangan yang membahayakan lingkungan dapat terus dilakukan meski melanggar kebijakan undang-undang yang telah ditetapkan.
Sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat dan dominasi para pemilik modal besar (kapitalis) akan mengutamakan keuntungan dan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, yaitu mereka yang memiliki kuasa dan harta, sementara rakyat, hanya terkena imbasnya, tenggelam dalam kemalangan.
Negara dalam sistem kapitalisme pun tak berperan sebagaimana mestinya, mereka cenderung hanya menjadi fasilitator yang memberi ruang pengelolaan SDA pada individu atau perusahaan. Setiap kebijakan yang dibuat pun selalu memprioritaskan kepentingan para kapitalis, kepentingan rakyat di nomor duakan. Inilah bentuk nyata kerusakan sistem kapitalisme.
Jika sistem kapitalisme hanya mendatangkan kehancuran, lain halnya dengan sistem Islam, dalam sistem Islam tambang nikel termasuk harta milik umum yang harus dikelola sendiri oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan lagi kepada rakyat, sementara individu atau perusahaan, tidak dibolehkan mengelola atau memiliki apa pun yang terkait dengan harta milik umum tersebut. Islam juga akan melarang eksploitasi tanpa memikirkan dampak ke depannya.
Islam mewajibkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. Selain itu juga memiliki sebuah konsep yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan. Negara dalam sistem Islam akan berperan secara optimal dalam menjalankan kewajibannya melayani rakyat. Kepentingan rakyat akan selalu diprioritaskan dengan memastikan rakyat tercukupi dalam segala aspek.
Demikianlah sistem Islam mengatur pengelolaan SDA. Dengan upaya tersebut maka akan menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata. Berbeda halnya dengan kapitalis, kesejahteraannya timpang antara si kaya dan si miskin. Lingkungan pun hancur akibat ketidakpedulian, masyarakat pun makin terpuruk dalam penderitaan. Lantas masihkah kita percaya dengan sistem ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar